JURNAL
PEMBELAJARAN
“PERKEMBANGAN
BELAJAR PESERTA DIDIK”
DISUSUN OLEH :
NAMA: YAYU RISDAYANTI
NIM :
E1E214112
S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
REGULER SORE
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2014
Puji
syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
hidayah-Nya. Serta terimakasih kepada Ibu Dr. Darmiany, M.Pd selaku dosen
bidang studi perkembangan dan belajar peserta didik yang telah membimbing saya
dalam menyusun jurnal pembelajaran ini, sehingga saya saya dapat menyelesaikan
jurnal pembelajaran ‘’PERKEBANGAN dan BELAJAR PESERTA DIDIK” dengan baik. Semoga
Jurnal Pembelajaran ini dapat menjadi salah satu acuan,petunjuk, maupun pedoman
bagi para pembaca.
Saya
menyadari bahwa Jurnal Pembelajaran ini masih jauh dari kesempurnaan. Dan tak
lupa saya mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar menjadi lebih
sempurna pembelajaran bagi saya dalam menyusun Jurnal Pembelajaran yang
selanjutnya.
Mataram,
20 Desember 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
Perkembangan dapat diartikan
sebagai proses perubahan kuantitaif dan kualitatif individu dalam rentang
kehidupannya, mualai dari masa konsepsi, masa bayi,masa kanak-kanak, masa anak,
masa remaja sampai dewasa. Perkembngan dapat diartikan juga sebagai “Suatu
proses perubahan dalam diri individu atau organisme, baik fisik(jasmaniah)
maupun psikis (rohaniah) menuju tingkat tingkat kedewasaan atau kematangan yang
berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan. . Pertumbuhan dapat diartikan sebagai perubahan dalam aspek jasmaniah
seperti berubahnya struktur tulang, tinggi dan berat badan, proporsi badan,
semakin sempurnanya jaringan syaraf, dan sejenisnya. Dengan kata lain,
pengertian pertumbuhan itu lebih bersifat kuantitatif dan terbatas pada pola
perubahan fisik yang dialami individu sebagai hasil dari proses pematangan.
Dalam arti luas, istilah pertumbuhan dapat mencakup perubahan secara psikis
kalau perubahan tersebut berupa munculnya sesuatu fungsi yang baru seperti
munculnya kemampuan berpikir simbolik, munculnya kemampuan berpikir abstrak.
Karakteristik
perkembangan masa anak akhir (6 – 12 tahun)
Kebanyakan anak pada masa ini juga
kurang memperhatikan dan tidak bertanggung jawab terhadap pakaian dan
benda-benda miliknya, sehingga orang tua menyebutnya usia tudak rapi.anak tidak
terlalu memperdulikan penampilannya. Mereka cenderung ceroboh, semaunya, dan
tidak rapi dalam memelihara kamar dan barang-barangnya. Pada masa ini, anak
juga sering kelihatan saling mengejek dan bertengkar dengan saudara-saudaranya
sehingga orang tua menyebutnya sebagai usia bertengkar. Secara singkat,
perkembangan pada masa anak akhir meliputi perkembangan berbagai aspek fisik
maupun psikis (berbicara, emosi, social, dl). Perkembangan fisik pada periode
anak akhir bejalan lambat dan kreatif seragam. Bentuk tubuh mempengaruhi tinggi
dan berat badan anak, yang dipengaruhi oleh faktor genetic, kesehatan dan gizi,
serta perbedaan seks atau jenis kelamin. Keterampilan motorik seperti pilihan
penggunaan tangan (kanan atau kidal) dan keterampilan bermain (melempar dan
menangkap bola, naik sepeda, bermain sepatu roda, berenang, dll) mempengaruhi
perkembangan social, emosional, dan konsep diri anak. Kemampuan anak usia SD
untuk dapat menolong dirinya sendiri (makan dan mandi sendiri, membereskan
tempat tidur dan buku sendiri) dan yang lain, baik di rumah maupun di sekolah,
perlu untuk mulai dikembangkan.
Prinsip-prinsip perkembangan yang
dikemukakan pada bagian ini bersumber dari buku perkembangan anak jilid 1 yang
ditulis oleh Hurlock (1990).
1. Perkembangan
merupakan proses yang tidak pernah berhenti (Never Ending Process)
Individu
secara terus menerus berkembang atau berubah yang dipengaruhi oleh pengalaman
atau belajar sepanjang hidupnya. Perkembangan, baik fisik maupun psikis
berlangsung secara terus –menerus sejak sejak masa konsepsi sampai mencapai
kematangan atau masa tua.
2. Semua
aspek perkembangan saling mempengaruhi
Setiap
aspek perkembangan individu, baik fisik, maupun moral spiritual, atau satu sama
lainnya saling mempengaruhi. Apabila seorang anak dalam pertumbuhan fisiknya
mengalami gangguan (sering sakit-sakitan), maka dia akan mengalami kemandengan
dalam perkembangan aspek lainny, seperti : kecerdasan dan emosinya.
3. Perkembangan
melibatkan perubahan
Perubahan
dalam perkemmbangan terjadi karena adanya dorongan dalam diri individu untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan dan untuk merealisasikan atau mengaktualisasikan
dirinya. Selain menjadi erubahan dalam bentuk penambahan ukuran dan proposi,
terjadi juga gejala hilangnya ciri-ciri baru. Misalnya, jika terjadi rambut
rontok maka akan tumbuh rambut baru, kemamuan bahasa anak berubah dari sekedar
menangis sampai mampu berbicara dan berkomunikasi dengan orang lain.
4. Perkembangan
awal kritis daripada perkembangan selanjutnya
Beberapa
kondisi yang memengaruhi dasar awal perkembangan antara lain: hubungan
antarpribadi terutama dengan keluarga, keadaan emosi yang terbentuk karena
sikap menerima atau menolak dari orang tua atau anggota keluarga yang lain,
cara pola pengasuhan anak, latar belakang keluarga, serta rangsangan yang
diberikan. Anak yang kelahirannya tidak diharapkan, misalnya, akan mempengaruhi
sikap ibu dan anggota keluarga lain untuk tidak terlalu peduli, kurang
memberikan kasih sayang, dll. Hal ini membuat anak merasa diabaikan, tidak
diperlukan, tidak dikasihi, dan tidak nyaman, yang dapat berakibat lebih lanjut
bagi prilaku anak untuk melakukan berbagi kegiatan yang dapat menarik perhatian
orang lain atau sebaliknya anak menjadi endiam dan menarik diri. Sikap dan
prilaku anak yang terbentuk pada tahun-tahun awal kehidupan cenderung
bertahan/menetap dan mewarnai kepribadian dan sikap prilaku anak dalam
berinteraksi dengan diri dan lingkungan selanjutnya. Sika dan prilaku yang
terbentuk agak sulit diubah, meskipun tidak berarti tidak dapat berubah sama
sekali. Akan tetapi, pengubahan sikap dan prilaku tersebut (terutama yang
kurang baik/negative) memerlukan motivasi dan usaha keras dari orang yang
bersangkutan untuk mau berubah dan memperbaiki prilaku kebiasaan yang kurang
baik tersebut.
5.
Perkembangan merupakan hasil proses
kematangan dan belajar
Menurut
teori konvergensi yang dikemukakan oleh Stern, perkembangan seseorang meruakan
hasil proses kematangan dan belajar. Stern memadukan atau mengkonvergensikan
teori Naturalisme dan Empireisme. Menurut teori Naturalisme, perkembangan
seseorang terutama ditentukan oleh faktor umum(nature), bakat pembawaan,
keturunan hereditas seseorang, termasuk didalamnya kematangan seseorang.
Sementara itu, teori Empireisme berpendapat bahwa perkembangn seseorang terutama ditentukan oleh faktor lingkungan
tempat anak/individu itu berada dan tumbuh-kembang termasuk didalamnya
lingkungan keluarga, sekolah, dan belajar anak. Kenyataannya, faktor pembawaan
maupun lingkungan saling memengaruhi dalam perkembangan seseorang. Kedua faktor
tersebut dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dalam perkembangan
seseorang. Keduanya saling berinteraksi dan mempengaruhi. Seorang anak yang
meunyai bakat atau kemampuan bermain musik, misalnya, tidak mendapatkan
kesempatan belajar musik. Jadi, potensi anak/peserta didik yang sudah
ada/dibawa sejak lahir akan berkembang optimal, apabila lingkungannya
mendukungnya. Dukungan itu diantaranya dengan penyediaan sarana prasarana serta
kesempatan untuk belajar dan mengembangkan potensi dirinya.
6.
Pola perkembangan memiliki karakteristik
tertentu
Pola perkembangan, selain mengikuti pola
tertentu yang dapat diramalkan, juga terdapat pola-pola perkembangan
karakteristik tertentu. Perkembangan bergerak dari tanggapan/persepsi anak
semakin khusus dan terperinci.Perkembanganpun berlangsung secara
berkesianmbungan. Hal ini berarti, perkembngan aspek sebelumnya akan
mempengaruhi perkembangan selanjutnya. Demikian pula ada korelasi atau hubungan
dalam perkembangan, artinya pada waktu perkembangan fisik berlangsung dengan
cepat, maka akan terjadi pula perkembangan ingatan, penalaran, emosi,
social,dll. Kondisi yang mempengaruhi pola perkembangan ada yang bersifat
permanen/tetap sebelum dan saat kelahiran (cacat, memiliki bakat
tertentu),tetapi ada pula yang bersifat temporer seperti kondisi lingkungan
(sakit, interaksi dengan anggota keluarga dan teman,kondisi social budaya, dll.
Perkembangan kognitif adalah
perkembangan kemampuan (kapasitas) individu untu memanipulasi dan mengingat
informasi .Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara
umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan :
pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication),
analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif
berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan
rasional (akal).
Teori perkembangan kognitif Piaget adalah salah satu teori
yang menjelasakan bagaimana anak beradaptasi dengan dan menginterpretasikan
objek dan kejadian-kejadian sekitarnya. Bagaimana anak mempelajari ciri-ciri
dan fungsi dari objek-objek seperti mainan, perabot, dan makanan serta
objek-objek sosial seperti diri, orangtua dan teman. Berdasarkan observasinya, Piaget menjadi
yakin bahwa kemampuan berfikir dan bernalar anak berkembang melalui sejumlah
stadium yang berbeda dengan cara kualitatif bersamaan dengan kematangan mereka
. ia membagi perkembangan kognitif
menjadi empat stadium utama dan sejumlah substadium di dalam masing-masingnya.
Stadium Perkembangan
Kognitif Menurut Piaget
Usia yang di
berikan adalah rata-rata. Usia cukup bervariasi tergantung pada inteligensia,
latar belakang kultur, dan factor sosioekonomi, tetapi urutan perkembangan
dianggap sama untuk semua anak. Piaget telah menggambarkan fase-fase yang
lebih terperinci di dalam setiap
stadium; hanya karakterisasi yang sangat umum dari setiap stafdium
yang diberikan di sini.
|
STADIUM
|
KARAKTERISASI
|
1.
Sensorimotorik
(Lahir-2 Tahun)
|
Diferensiasi
self(diri) dari objek
Mengenali
self sebagai perilaku suatu tindakan dari mulai bertindak dengan sengaja:
misalnya, menarik tali mobil atau menggoyang-goyangkan mainan untuk
menghasilkan bunyi.
|
2.
Praoperasional
(2-7 Tahun)
|
Belajar
menggunakan bahasa dan untuk mempresentasikan objek dengan cita dan
kata-kata.
Pemikiran
masih egosentrik; mengalami kesulitan dalam memandang dari sudut andang orang
lain.
Mengklasifikasikan
objek dengan cirri tunggal. Sebagai contohnya, mengelompokkan semua balok
merah tanpa memandang bentunya, atau semua balok persegi tanpa memandang
warnanya.
|
3.
Operasional Konkret
(7-11 Tahun)
|
Dapat
berfikir secara logis tentang objek dan peristiwa.
Mencapai
konservasi angka (usia 6 tahun), kelompok (usia 7 tahun), dan bobot (usia 9)
tahun.
Mengkalsifiksikan
objek menurut beberpa cirri dan dapat mengurutkannya secara serial mengikuti
dimensi tunggal, seperti ukuran.
|
4.
Operasional Formal
(11 Tahun Dan Lebih)
|
Dapat
berfikir secara logis tentang masalah abstrak dan menguji hipotesis secara
sistematik.
Memperhatikan
masalah hipotetik,masa depan, dan ideologis.
|
Menurut Piaget, pikiran anak-anak
dibentuk bukan oleh ajaran orang dewasa atau pengaruh lingkungan lainnya.
Anak-anak memang harus berinteraksi dengan lingkungan untuk berkembang, namun
merekalah yang membangun struktur-struktur kognitif baru dalam dirinya. Piaget
juga yakin bahwa individu melalui empat tahap dalam memahami dunia.
Masing-masing tahap terkait dengan usia dan terdiri dari cara berfikir yang
khas/berbeda.
Tahapan perkembangan kognitif menurut Piaget adalah sebagai
berikut:
1. Stadium atau Tahap Sensori Motor.
Tahap ini merupakan tahap pertama.
Tahap ini dimulai sejak lahir sampai usia 2 tahun. Pada tahap ini, bayi
membangun suatu pemahaman tentang dunia dengan mengkoordinasikan
pengalaman-pengalaman sensor (seperti melihat dan mendengar) dengan
tindakan-tindakan fisik. Dengan
berfungsinya alat-alat indera serta kemampuan kemampuan-kemampuan melakukan
gerak motorik dalam bentuk refleks ini, maka seorang bayi berada dalam keadaan
siap untuk mengadakan hubungan dengan dunianya.
Piaget membagi tahap sensori motor ini kedalam 6 periode, yaitu:
a. Periode 1: Penggunaan Refleks-Refleks (Usia 0-1 bulan)
Refleks yang paling jelas pada periode ini adalah refleks menghisap (bayi
otomatis menghisap kapanpun bibir mereka disentuh) dan refleks mengarahkan
kepala pada sumber rangsangan secara lebih tepat dan terarah. Misalnya jika
pipi kanannya disentuh, maka ia akan menggerakkan kepala kearah kanan.
b. Periode 2: Reaksi Sirkuler Primer (Usia 1-4 bulan)
Reaksi ini terjadi ketika bayi menghadapi sebuah pengalaman baru dan berusaha
mengulanginya. Contoh: menghisap jempol.
Pada contoh menghisap jempol, bayi mulai mengkoordinasikan 1). Gerakan motorik
dari tangannya dan 2). Penggunaan fungsi penglihatan untuk melihat jempol.
c. Periode 3: Reaksi Sirkuler sekunder (Usia 4-10 bulan)
Reaksi sirkuler primer terjadi karena melibatkan koordinasi bagian-bagian tubuh
bayi sendiri, sedangkan reaksi sirkuler sekunder terjadi ketika bayi menemukan
dan menghasilkan kembali peristiwa menarik diluar dirinya.
d. Periode 4: Koordinasi skema-skema skunder (Usia 10-12
bulan)
Pada periode ini bayi belajar untuk mengkoordinasikan dua skema terpisah untuk
mendapatkan hasil. Contoh: suatu hari Laurent (anak Piaget) ingin memeluk kotak
mainan, namun Piaget menaruh tangannya ditengah jala. Pada awalnya Laurent
mengabaikan tangan ayahnya. Dia berusaha menerobos atau berputar
mengelilinginya tanpa menggeser tangan ayahnya. Ketika Piaget tetap menaruh
tangannya untuk menghalangi anaknya, Laurent terpaksa memukul kotak mainan itu
sambil melambaikan tangan, mengguncang tubuhnya sendiri dan mengibaskan
kepalanya dari satu sisi ke sisi lain. Akhirnya setelah beberapa hari mencoba,
Laurent berhasil menggerakkan perintang dengan mengibaskan tangan ayahnya dari
jalan sebelum memeluk kotak mainan. Dalam kasus ini, Laurent berhasil
mengkoordinasikan dua skema terpisah yaitu: 1). Mengibaskan perintang 2).
Memeluk kotak mainan.
e. Periode 5: Reaksi Sirkuler Tersier (Usia 12-18 bulan)
Pada periode 4, bayi memisahkan dua tindakan untuk mencapai satu hasil tunggal.
Pada periode 5 ini bayi bereksperimen dengan tindakan-tindakan yang berbeda
untuk mengamati hasil yang berbeda-beda. Contoh: Suatu hari Laurent tertarik
dengan meja yang baru dibeli Piaget. Dia memukulnya dengan telapak tangannya
beberapa kali. Kadang keras dan kadang lembut untuk mendengarkan perbedaan
bunyi yang dihasilkan oleh tindakannya.
f. Periode 6: Permulaan Berfikir (Usia 18-24 bulan)
Pada periode 5 semua temuan-temuan bayi terjadi lewat tindakan fisik, pada
periode 6 bayi kelihatannya mulai memikirkan situasi secara lebih internal
sebelum pada akhirnya bertindak. Jadi, pada periode ini anak mulai bisa
berfikir.dalam mencapai lingkungan, pada periode ini anak sudah mulai dapat
menentukan cara-cara baru yang tidak hanya berdasarkan rabaan fisis dan
internal, tetapi juga dengan koordinasi internal dalam gambaran atau
pemikirannya.
2.
Stadium atau Tahap Pemikiran Pra-Operasional Piaget
Tahap ini berada pada rentang usia
antara 2-7 tahun. Pada tahap ini anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata,bayangan dan gambar-gambar atau simbol. Mereka membentuk konsep yang stabil
dan mulai bernalar. Pada saat yang bersamaan, dunia kognitif anak kecil
didominasi oleh egosntis dan keyakinan magis.
Menurut Piaget,
walaupun anak-anak pra sekolah dapat secara simbolis melukiskan dunia, namun
mereka masih belum mampu untuk melaksanakan “ Operation (operasi) ”, yaitu aktivitas mental yang dibalik, yang
memungkinkan anak-anak untuk membayangkan hal-hal yang dulunya hanya dapat
dilakukan secara fisik. Tahap ini dibagi emjadi dua subtahap yaitu, subtahapan
fungsi simbolik dan subtahapan pemikiran instuitif.
Subtahap
Fungsi Simbolik (symbolic function substage)
Dalam tahap ini, anak kecil memperoleh
kemampuan untuk membayangkan penampilan objek yang tidak hadir secara fisik.
Kemampuan ini secara cepat dapat memmperluas dunia mental anak.
Penggunaan
simbol bagi anak pada tahap ini tampak dalam lima gejala berikut:
a. Imitasi tidak langsung
Anak mulai dapat menggambarkan sesuatu hal yang dialami atau dilihat, yang
sekarang bendanya sudah tidak ada lagi. Jadi pemikiran anak sudah tidak
dibatasi waktu sekarang dan tidak pula dibatasi oleh tindakan-tindakan indrawi
sekarang.
Contoh: anak dapat bermain kue-kuean sendiri atau bermain pasar-pasaran. Ini
adalah hasil imitasi.
b. Permainan Simbolis
Sifat permainan simbolis ini juga imitatif, yaitu anak mencoba meniru kejadian
yang pernah dialami.
Contoh: anak perempuan yang bermain dengan bonekanya, seakan-akan bonekanya
adalah adiknya.
c. Menggambar
Pada tahap ini merupakan jembatan antara permainan simbolis dengan gambaran
mental. Unsur pada permainan simbolis terletak pada segi “kesenangan” pada diri
anak yang sedang menggambar. Sedangkan unsur gambaran mentalnya terletak pada
“usaha anak untuk memulai meniru sesuatu yang riel”.
Contoh: anak mulai menggambar sesuatu dengan pensil atau alat tulis lainnya.
d. Gambaran Mental
Merupakan penggambaran secara pikiran suatu objek atau pengalaman yang lampau.
Gambaran mental anak pada tahap ini kebanyakan statis. Anak masih mempunyai
kesalahan yang sistematis dalam mengambarkan kembali gerakan atau transformasi
yang ia amati.
Contoh yang digunakan Piaget adalah deretan lima kelereng putih dan hitam.
e. Bahasa Ucapan
Anak menggunakan suara atau bahasa sebagai representasi benda atau kejadian.
Melalui bahasa anak dapat berkomunikasi dengan orang lain tentang peristiwa
kepada orang lain.
Subtahap
Berfikir Intuitif (intuitive thought substage)
Pada subtahap ini, anak-anak mulai menggunakan
penalaran primitive dan ingin mengetahui jawaban terhadap segala jenis
pertanyaan. Pada usia 5 tahun, anak-anak akan membuat orang dewasa kelelahan
karena banyak mengajukan pertanyaan “mengapa”. Oleh piaget subtahap ini disebut
inituitif karena masa anak-anak kecil tampaknya demikian yakin terhadap
pengetahuan nya dan pemahamannya meskipun mereka belum menyadari bagaimana
mereka mengetahui hal-hal yang mereka ketahui itu. Kesimpulannya, anak-anak
mengetahui sesuatu namun mengetahuinya tanpa pemikiran rasional.
Keterbatasan
dari pemikiran operasional
Egosentrisme (egocentrism) adalah ketidakmampuan
membedakan antara perspektifny sendiri dan perspektif orang lain.
Animisme (animism) adalah keyakinan bahwa
benda-benda mati memiliki kualitas yang seolah-olah hidup dan mampu breaksi.
Pemusatan
dan keterbatasan pemikiran operasional adalah memusatkan atensi pada sebuah karakteristik sehingga
mengesampingkn karakteristik lainnya. Pemusataan adalah gejala yang paling
jelas muncul pada anak-anak kecil yang belum memiliki konservasi
(conservation), yakni kesadaran bahwa mengubah suatau objek atau suatu
substansi tidak mengubah property dasarnya.
3. Stadium atau
Tahap Operasi berfikir Kongkret
Tahap ini berada pada rentang usia 7-11 tahun.tahap ini dicirikan dengan
perkembangan system pemikiran yang didasarkan pada aturan-aturan yang logis.
Anak sudah mengembangkan operasi logis. Proses-proses penting selama tahapan ini
adalah:
a. Pengurutan
Yaitu kemampuan untuk mengurutkan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri
lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat
mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
b.
Klasifikasi
Kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut
tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa
serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian
tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme
(anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan).
c. Decentering
Anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa
memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap gelas lebar tapi
pendek lebih sedikit isinya dibanding gelas kecil yang tinggi.
d. Reversibility
Anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian
kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa
4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
e. Konservasi
Memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak
berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda
tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi gelas yang seukuran dan isinya sama
banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya
berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi gelas lain.
f. Penghilangan sifat Egosentrisme
Kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat
orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, Lala menyimpan
boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Baim memindahkan
boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Lala kembali ke ruangan. Anak dalam
tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Lala akan tetap menganggap boneka
itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan
ke dalam laci oleh Baim.
4. Stadium atau Tahap
Operasi berfikir Formal
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam
teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia 11 tahun dan terus
berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan
untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan
dari informasi yang tersedia.
Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis,
dan nilai. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat
terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa
secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan
perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan
sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai
seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.
Pada tahap ini, remaja telah memiliki kemampuan untuk berpikir sistematis,
yaitu bisa memikirkan semua kemungkinan untuk memecahkan suatu persoalan. Contoh:
ketika suatu saat mobil yang ditumpanginya mogok, maka jika penumpangnya adalah
seorang anak yang masih dalam tahap operasi berpikir kongkret, ia akan
berkesimpulan bahwa bensinnya habis. Ia hanya menghubungkan sebab akibat dari
satu rangkaian saja. Sebaliknya pada remaja yang berada pada tahap berfikir
formal, ia akan memikirkan beberapa kemungkinan yang menyebabkan mobil itu
mogok. Bisa jadi karena businya mati, atau karena platinanya, dll.
Seorang remaja pada tahap ini sudah mempunyai ekuilibrum yang tinggi, sehingga
ia dapat bepikir fleksibel dan efektif, serta mampu berhadapan dengan persoalan
yang kompleks. Remaja dapat berfikir fleksibel karena dapat melihat semua unsur
dan kemungkinan yang ada. Dan remaja dapat berfikir efektif karena dapat melihat
pemikiran mana yang cocok untuk persoalan yang dihadapi.
Pertumbuhan
atau perkembangan kognitif terjadi melalui tiga proses yang saling berhubungan,
yaitu:
1. Organisasi.
Merupakan istilah yang digunakan
Piaget untuk mengintegrasikan pengetahuan kedalam system-sistem. Dengan kata
lain, organisasi adalah system pengetahuan atau cara berfikir yang disertai
dengan pencitraan realitas yang semakin akurat.
Contoh: anak laki-laki yang baru berumur 4 bulan mampu untuk menatap dan
menggenggam objek. Setelah itu dia berusaha mengkombunasikan dua kegiatan ini
(menatap dan menggenggam) dengan menggenggam objek-objek yang dilihatnya.
Dalam sistem kognitif, organisasi memiliki kecenderungan untuk membuat struktur
kognitif menjadi semakin komplek. Struktur-struktur kognitif disebut skema.
Skema adalah pola prilaku terorganisir yang digunakan seseorang untuk
memikirkan dan melakukan tindakan dalam situasi tertentu. Contoh: gerakan
reflek menyedot pada bayi yaitu gerakan otot pada pipi dan bibir
yang menimbulkan gerakan menarik.
2. Adaptasi.
Merupakan cara anak untuk
memperlakukan informasi baru dengan mempertimbangkan apa yang telah mereka
ketahui. Adaptasi ini dilakukan dengan dua langkah, yaitu:
·
Asimilasi
Merupakan istilah yang digunakan Piaget
untuk merujuk pada peleburan informasi baru kedalam struktur kognitif yang
sudah ada. Seorang individu dikatakan melakukan proses adaptasi melalui
asimilasi, jika individu tersebut menggabungkan informasi baru yag dia terima
kedalam pengetahuan mereka yang telah ada.
Contoh asimilasi kognitif: seorang anak yang diperlihatkan segi tiga sama sisi,
kemudian setelah itu diperlihatkan segitiga yang lain yaitu siku-siku.
Asimilasi terjadi jika si anak menjawab bahwa segitiga siku-siku yang
diperlihatkan adalah segitiga sama sisi.
·
Akomodasi
Merupakan istilah yang digunakan
Piaget untuk merujuk pada perubahan yang terjadi pada sebuah struktur kognitif
dalam rangka menampung informasi baru. Jadi, dikatakan akomodasi jika individu
menyesuaikan diri dengan informasi baru. Melalui akomodasi ini, struktur
kognitif yang sudah ada dalam diri seseorang mengalami perubahan sesuai dengan
rangsangan-rangsangan dari objeknya.
Contoh: si anak bisa menjawab segitiga siku-siku pada segitiga yang
diperlihatkan kedua.
·
Ekuilibrasi
Yaitu
istilah yang merujuk pada kecenderungan untuk mencari keseimbangan pada
elemen-elemen kognisi. Ekuilibrasi diartikan sebagai kemampuan yang mengatur
dalam diri individu agar ia mampu mempertahankan keseimbangan dan menyesuaikan
diri terhadap lingkungannya. Agar terjadi ekuilibrasi antara diri dengan
lingkungan, maka peristiwa asimilasi dan akomodasi harus terjadi secara
terpadu, bersama-sama dan komplementer.
Contoh: bayi yang biasanya mendapat susu dari payudara ibu ataupun botol,
kemudian diberi susu dengan gelas tertutup (untuk latihan minum dari gelas).
Ketika bayi menemukan bahwa menyedot air gelas membutuhkan gerakan mulut dan
lidah yang berbeda dari yang biasa dilakukannya saat menyusu dari ibunya, maka
si bayi akan mengakomodasi hal itu dengan akomodasi skema lama. Dengan
melakukan hal itu, maka si bayi telah melakukan adaptasi terhadap skema
menghisap yang ia miliki dalam situasi baru yaitu gelas. Dengan demikian
asimilasi dan akomodasi bekerjasama untuk menghasilkan ekuilibrium dan pertumbuhan.
Dalam hail ini, peran seorang
pendidik sangatlah vital. Beberapa implementasi yang harus diketahui dan
diterapkan adalah sebagai berikut:
1. Memfokuskan pada proses berfikir atau proses mental anak
tidak sekedar pada produknya. Di samping kebenaran jawaban siswa, guru harus
memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban tersebut.
2. Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang
penting sekali dalam inisiatif diri dan keterlibatan aktif dalam kegaiatan
pembelajaran. Dalam kelas Piaget penyajian materi jadi (ready made) tidak
diberi penekanan, dan anak-anak didorong untuk menemukan untuk dirinya sendiri
melalui interaksi spontan dengan lingkungan
3. Tidak menekankan pada praktek - praktek yang diarahkan
untuk menjadikan anak-anak seperti orang dewasa dalam pemikirannya.
4. Penerimaan terhadap perbedaan individu dalam kemajuan
perkembangan, teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh anak berkembang melalui
urutan perkembangan yang sama namun mereka memperolehnya dengan kecepatan yang
berbeda.
Piaget membedakan dua pengertian tentang belajar,
yaitu :
a. Belajar
dari arti sempit dan
b. Belajar
dalam arti luas ( Ginsburg & Opper, 1983).
Belajar dalam arti sempit adalah belajar yang hanya
menekankan perolehan informasi baru dan pertambahan. Belajar ini disebut
belajar figuratif, suatu bentuk belajar yang pasif. Misalnya seorang anak belajar
nama-nama ibu kota suatu negara atau menghafal nama-nama angka. Belajar dalam
arti luas, yang juga di sebut perkembangan, adalah belajar untuk memperoleh dan
menemukan struktur pemikiran yang lebih umum yang dapat digunakan
bermacam-macam situasi. Belajar ini juga disebut juga belajar operatif, dimana
seseoarang aktif mengkonstruksi struktur dari yang dipelajari. Misalnya, dalam
menghafal ibu kota negara-negara, seorang anak juga mengerti hubungan antara
kota-kota itu dengan negara. Anak mengerti prinsip kekekalan massa dalam
mengamati massa suatu benda. Dalam hal ini, anak mengetahui struktur yang lebih
luas yang tidak terbatas pada situasi tertentu, sehingga pengertian itu dapat
digunakan dalam situasi yang lain.
1.
Tekanana pada murid
Menurut
Piaget, pengetahuan itu di bentuk sendiri oleh murid dalam berhadapan dengan
lngkungan atau objek yang sedang di pelajari. Oleh karena itu, kegiatan murid
dalam membentuk pengetahuannya sendiri menjadi hal yang sangat penting dalam
sistem Piaget. Proses belajar harus membantu dan memungkinkn murid aktif
mengkonstruksi pengetahuannya. Tekanan lebih pada murid yang aktif dan bukan
guru yang aktif. Piaget
membedakan tiga macam pengetahuan, yaitu pengetahuan fisis, matematis logis,
dan sosial, ketiga pengetahuan itu di bentuk oleh murid terhadap pengalaman
fisis dan sosial, pengetahuan fisis di konstruksikan melalui tindakan murid
terhadap objek fisis secara langsung.
2.
Metode Belajar
Teori
pengetahuan Piaget menekankan pentinganya kegiatan seorang murid yang aktif dalam mengkonstuksikan
pengetahuan. Hanya dengan keaktifannya mengolah bahan, bertanya secara aktif,
dan mencerna bahan dengan kritis, murid akan menguasai bahan dengan lebih baik.
Oleh karena itu, kegiatan aktif dalam proses belajar perlu di tekankan. Bahkan,
kegiatan murid secara pribadi dalam mengolah bahan, mengerjakan soal, membuat
kesimpulan, dan merumuskan suatu rumusan dengan kata-kata sendiri adalah
kegiatan yang sangat di perlukan agar murid sungguh membangun pengetahuannya.
Tugas guru adalah menyediakan alat-alat dan mendorong agar murid aktif.
Menurut
Piaget, hal yang dapat menjadi motivasi instrinsik dlam diri seorang untuk memajukan
pengetahuannnya adalah (1) adanya proses asimilasi dan (2)adanya situasi
konflik yang merangsang seorang
mengadakan akomodasi. Tindakan asimilasi ini akan menghubungkan pengetahuan
yang sudah dimiliki seorang dengan hal baru yang sedang di temukan. Agar proses
adaptasi dengan pengulangan dalam suatu latihan dan praktik. Pengertian baru
yang telah dikonstruksikan perlu di latih dengan pengulangan agar semakin
berarti dan tertanam.
3.
Belajar sendiri dan bersama
Belajar
pertama-tama adalah kegiatan individual di mana masing-masing murid membentuk
pengetahuannya sendiri. Hanya kalau murid mengkonstruksi sendiri
pengetahuannya, ia sunggah mengerti. Proses pembentukan ini dialami dengan
melalui proses asimiasi dan akomodasi terhadap situasi yang di hadapi. Murid
selalu mengenmbangkan skema yang dimilikinya menjadi skema yang lebih lengkap,
karena belajar adalah proses individual, tekanan juga penting pada pemahaman
dan kemajuan masing-masing murid.
Namun,
integrasi dengan teman juga sangat penting dalam proses belajar. Murid dapat
saling belajar bersama temannya. Apa yang diungkapkan teman di jadikan suatu
bahan untuk mengembangkan skema yang di
milikinya. Belajar bersama teman yang mungkinkan sikap kritis dan saling
menukarkan perbedaan akan menantang murid untuk semakain mengoreksi dan
mengembangkan pengetahuannya yang telah di bentuknya. Diskusi bersama dengan
teman sangat membantu penagkapan dan pengembangan pemikiran murid dalam
belajar, asal semua ikut aktif dalam diskusi.
4.
Peranan Guru
Karena
belajar yang baik terletak pada keaktifan dalam membentuk pengetahuan, peran
guru di sini adalah lebih sebagai mentor atau fasilitator, dan bukaa
pentransfer ilmu pengetahuan (Jacob, 1981). Ilmu pengetahuan tidak dapat
ditransfer dari guru ke murid tanpa keaktifan murid sendiri. Sangat penting
seorang guru menciptakan suasana agar murid lebih mudah mengkonstruksi pengetahuannya.
Penyajian pengetahuan yang sudah jadi untuk dihafal, menurut Piaget, bukanlah
penyajian yang baik karena murid menjadi pasif disitu.
Agar
seorang guru dapat membantu murid aktif dalam belajar, perlulah dia mengetahui
kemampuan dan tahap kognitif murid yang sedang belajar. Perangsangan bahan yang
sesuai dengan level kognitif murid akan lebih meningkatkan daya pikir murid
daripada yang terlalu tinggi atau yang teralu rendah. Pemberian bahan yang
terlalu tinggi akan membosankan dan memusingkan murid , sedangkan bahan yang
terlalu rendah akan juga kurang memacu kemampuan berpikir murid.
Piaget sebenarnya lebih menekankan bentuk kelas yang
personal. Di situ, setiap muriddapat belajar sendiri dan aktif membentuk
pengetahuannya sendiri. Model ini banyak memberi inspirasi pada pembukaan
sekolah privat saat ini. Setiap murid mempunyai meja dan seperangkat alat serta
bahan-bahan sendiri. Model Piaget dapat juga di terapkan dalam kelas yang lebih
besar. Yang perlu perhatikan dalam kelas yang besar adalah tetap terjaganya
kebebasan bagi setiap muid untuk mengungkapkan gagasannya dan untuk kreatif.
Model diskusi kelas dan kerja kelompok dapat diterapkan dalam kelas yang besar.
Meskipun bentuk kelas besar tidak ideal, tetapi bila di tekankan keaktifan
dalam berpikir, toh dapat juga membantu.
1. Karakteristik
kognitif periode pra operasional anak SD
Sebagian
anak sd mungkin masih berada pada tahap pra operasional dengan proses berfikir
intuitif (4;0-7;0) sebab masih banyak orang tua yang menyekolahkan anaknya ke
sd pada usia 5, 6 atau 7 tahun. Bahkan mungkin saja masih ada anak sd dengan
pemikiran transduktif seperti pada masa pra konseptual. Misalnya, suatu saat
anak melihat tamu yang datang kerumahnya dan ia memberi oleh-oleh kepada anak
tersebut. Bagi anak yang masih berfikir transduktif, ia akan menyimpulkan bahwa
tamu adalah orang yang suka membawa oleh-oleh. Meski pada umumnya berfikir
transduktif seperti itu sudah hampir tidak terjadi pada setiap anak sd,
berfikir intuiktif adalah hal yang sangat mungkin terjadi terutama pada
kelas-kelas awal.
2.
Karakteristik
kognitif periode operasional konkret pada anak SD
Periode ini dicirikan pemikiran yang
refelsibel, mulai mengkonserpasi pemikiran tertentu, adaptasi gambaran yang
menyeluruh, melihat suatu objek dari berbagai suatu pandang, mampu melakukan seriasi,
dan berfikir kausalitas.
a. Operasi berfikir revesibel anak usia SD
Anak usia sd (7-12 tahun) sudah mampu memahami logika
matematika seperti ini dan logika ini selalu menganut unsur kekekalan
(konservasi). Oleh sebab itu, menurut piaget ciri utama periode oprasional
konkretadalah transportasi revesibel dan sistem kekekalan.
b.
Sistem
kekekalan (konservasi) pemikiran pada anak usia SD
Hasil
penelitian piaget menunjukan bahwa ada 6 perkembangan kekekalan pada anak
periode operasional konkret. Pertama, kekekalan bilangan yang muncul pada usia
5-6 tahun. Kedua, kekekalan subtensi yang muncul pada usia sekitar 7-8 tahun.
Ketiga, kekekalan panjang yang berkembang sekitar usia 7-8 tahun. Keempat,
kekekalan luas yang umumnya berkembang bersamaan dengan berkembangnya kekekalan
panjang. Kelima, kekekalan berat yang umumnya berkembang pada usia 9-10 tahun.
Keenam, kekekalan volume yang umumnya berkembang pada usia 11/12 tahun.
3.
Karakteristik
kognitif periode operasional formal pada anak usia SD
a)
Mampu
mengoprasikan kaidah logika matematika berupa tambah, kurang, kali, bagi, serta
kombinasi dari keempat logika matematika tersebut.
b)
Memprediksi
sesuatu berdasarkan fakta dan data yang ada.
c)
Mengkritisi
sesuatu meskipun dalam bentuk sederhana.
d)
Berfikir
analitik dan sintetik
5.
Perkembangan fisik/motorik diartikan sebagai perkembangan dari unsur
kematangan dan pengendalian gerak tubuh. Perkembangan fisik
seseorang terjadi karena pertumbuhan dan
perkembangan tulang, system syaraf, sirkulasi darah,otot, serta berfungsinya
hormone. Perkembangan fisik peserta didik usia SD/MI meliputi pertumbuhan
tinggi dan berat badan, perubahan proporsi atau perbandingan antara bagian
tubuh yang membentuk postur tumbuh, pertumbuhan tulang,gigi,otot dan lemak.
Fase usia sekolah dasar
(7-12 tahun) ditandai dengan gerak atau aktivitas motorik yang lincah. Oleh
karena itu, usia ini merupakan masa yang ideal untuk belajar keterampilan yang
berkaitan dengan motorik , baik halus maupun kasar.
a. Motorik
Halus
Keterampilan motorik halus
adalah melibatkan gerakan yang diatur
secara halus. Menggenggam mainan,mengancingkan baju atau melakukan apapun yang
yang memerlukan keterampilan tangan menunjukkan keterampilan motorik halus.
Pada masa anak-anak usia 7 tahun,
tangan anak menjadi lebih stabil. Pada usia ini anak lebih menyukai pensil
daripada krayon untuk mencorat-coret,
dan huruf –huruf yang terbalik sudah jarang terjadi. Coretan menjadi lebih kecil. Pada usia 8
tahun hingga 10 tahun, anak dapat menggunakan tangan mereka secara mandiri
dengan nyaman dan tepat. Anak di usia ini dapat menulis, bukan lagi
mencorat-coret. Ukuran huruf menjadi lebih kecil dan rata. Pada usia 10 hingga
12 tahun, anak mulai menunjukkan keterampilan manipulative yang sama dengan
kemampuan orang dewasa. Gerakan yang komplek,rumit dan cepat yang diperlukan untuk
menghasilkan kerajinan tangan yang berkualitas baik dan untuk memainkan sajian
alt music yang rumit dapat dikuasai. Anak perempuan biasanya melebihi kemampuan
anak laki-laki dalam keterampilan motorik halus.
b. Motorik
kasar
Keterampilan motorik kasar adalah keterampilan
yang melibatkan aktifitas otot yang besar seperti menggerakkan lengan dan
berjalan.
Saat
anak-anak melalui tahun-tahun sekolah dasar, mereka mendapatkan kendali yang
lebih besar atas tubuh mereka serta dapat duduk dan memperhatikan dalam waktu yang
lebih lama. Meskipun demikian, anak sekolah dasar masih jauh dari matang secara
fisik, dan mereka harus tetap aktif. Anak sekolah dasar menjadi lebih lelah
karena duduk dalam waktu lama dibandingkan dengan berlari, melompat, atau naik
sepeda.tindakan fisik penting bagi anak-anakini untuk memperbaiki keterampilan
mereka yang sedang berkembang. Seperti memukul bola, bermain lompat tali, atau
menyeimbangkan diri pada paan. Anak sekolah dasar harus lebih terlibat dalam
kegiatan yang aktif daripada yang pasif.
Contoh Motorik Halus Dan Motorik
Kasar
Motorik Halus
|
Motorik Kasar
|
1.
Menulis
2.
Menggambar atau melukis
3.
Mengetik (computer)
4.
Merupa ( seperti membuat kerajinan dari tanah
liat)
5.
Menjahit
6.
Membuat kerajinan dari kertas
|
1.
Baris berbaris
2.
Seni bela diri
(seperti pencak silat dan karate.
3.
Senam
4.
Berenang
5.
Atletik
6.
Main sepak bola,dsb.
|
•
Kematangan
syaraf
•
Urutan
Ø Urutan pertama,
disebut pembedaan
Ø Urutan kedua,
disebut keterpaduan
•
Motivasi
•
Pengalaman
•
Praktik
Banyak factor yang mempengaruhi perkembangan fisik
anak, baik secara umum maupun individual. Beberapa diantaranya adalah:
1. Pengaruh
keluarga, baik factor keturunan maupun lingkungan keluarga.
Factor keturunan dapat membuat anak
menjadi lebih gemuk daripada anak lainnya. Factor lingkungan akan membantu
menentukan tercapai tidaknya perwujudan potensi keturu an yang dibawa anak
tersebut. Pada setiap tahap usia termasuk usia SD/MI, lingkungan lebih banyak
pengaruhnya terhadap berat tubuh dari pada tinggi tubuh.
2. Jenis
kelamin
Anak laki-laki cenderung lebih
tinggi dan lebih berat dibandingkan dengan anak perempuan, kecuali pada usia
12-15 tahun, yang terjadi sebaliknya. Kecenderungan ini terjadi karena bangun
tulang dan otot pada anak laki-laki memang berbeda dengan anak perempuan.
3. Gizi
dan kesehatan
Anak yang memperoleh gizi cukup dan
sehat akan berdampak pada perkembangan
fisik dan aspek-aspek lainnya.
Perkembangan fisik yang
normal merupan salah satu factor penentu (determinant factor) kelancaran proses belajar, baik
dalam bidang pengetahuan maupun keterampilan. Oleh karena itu, perkembangan
motorik sangat menunjang keberhasilan belajar peserta didik. Sesuai dengan
perkembangan fisik atau motorik anak, maka sekolah perlu memfasilitasi
perkembangan motorik secara fungsional
tersebut, diantaranya
1. Sekolah
merancang pelajaran keterampilan yang bermanfaat bagi perkembangan atau
kehidupan anak, seperti mengetik,menjahit,merupa,atau kerajinan tangan lainnya.
2. Sekolah
memberikan pelajaran senam atau olahraga kepasa siswa,yang jenisnya disesuaikan
dengan usia siswa.
3. Sekolah
perlu merekrut (mengangkat) guru-guru yang memiliki keahlian dalam
bidang-bidang tersebut di atas.
4. Sekolah
menyediakan sarana untuk keberlangsungan penyelenggaraan pelajaran tersebut,
seperti alat-alat yang diperlukan, dan tempat atau lapangan olahraga.
Bahasa
merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh seorang dalam pergaulannya atau
hubungannya dengan orang lain. Bahasa merupakan alat bergaul, oleh karena itu
penggunaan bahasa menjadi efektif sejak seorang individu memerlukan
berkomunikasi dengan orang lain. Perkembangan
bahasa terkait dengan perkembangan kognitif, yang berarti factor intelek/kognisi
sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan berbahasa. Ketika anak kecil mempelajari fitur-fitur
special bahasanya sendiri, terdapat peraturan dalam cara mereka memperoleh
bahasa tertentu. Pemahaman anak-anak yang masih belia kadang-kadang melebihi
kemampuan bicara mereka. Kata-kata anak mempresentasikan cara mereka merasakan dan memahami dunia dalam perkembangan mereka. Ketika anak-anak mulai memasuki tahun-tahun
awal masa kanak-kanak, penguasaan terhadap aturan yang menata bahasa pun
meningkat.
Usia
sekolah dasar merupakan masa berkembang pesatnya kamampuan mengenal dan
menguasai perbendaharaan kata (vocabulary). Pada awal masa ini, anak sudah
menguasai sekitar 2.500 kata, dan pada masa akhir (kira-kira usia 11-12 tahun)
anak telah dapat menguasai sekitar 5.000 kata. Dengan dikuasainya keterampilan
membaca dan berkomunikasi dengan orang lain, anak sudah gemar membaca atau
mendengar cerita yang bersifat kritis (tentang perjalanan/atau petualangan,
atau riwayat kehidupan para pahlawan). Pada masa ini tingkat berfikir anak
sudah lebih maju, dia banyak menanyakan waktu dan soal sebab-kibat.
Baberapa Faktor yang mempengaruhi perkembangan
bahasa, yaitu :
a.
Umur
anak
Manusia bertambah umur akan semakin matang pertumbuhan
fisiknya, bertambahnya pengalaman dan meningkat kebutuhannya. Bahasa seseorang
akan berkembang sejalan dengan pertambahan pengalaman dan kebutuhannya.
b.
Kondisi lingkungan
Lingkungan tempat anak tumbuh dan berkembang member andil
yang cukup besar dalam berbahasa. Perkembangan bahasa dilingkungan perkotaan
akan berbeda dengan dilingkungan pedesaan. Begitu pula perkembangan bahasa
didaerah pantai, pegunungan dan daerah-daerah terpencil menunjukkan
perbedaaan.Sebagaimana diuraikan diatas bahwa bahasa pada dasarnya dipelajari
dari lingkungan. Lingkungan yang dimaksud termasuk lingkungan pergaulan yang
terbentuk kelompok-kelompok, seperti kelompok bermain, kelompok kerja dan kelompok
social yang lain.
c.
Kecerdasan
anak
Anak yang memiliki kecerdasan tinggi, akan belajar
berbicara lebih cepat dan memiliki penguasaan bahasa yang lebih baik daripada
anak yang tingkat kecerdasannya rendah.
d.
Status
social ekonomi keluarga
Keluarga yang berstatus ekonomi yang baik, akan mampu
menyediakan situasi yang baik bagi perkembangan bahasa anak-anak, anggota
keluarganya, Rangsangan untuk dapat ditiru oleh anak-anak dari anggota
kelluarga yang berstatus social tinggi berbeda dengan keluarga yang berstatus
social yang rendah. Hal ini akan tampak perbedaan perkembangan bahasa bagi anak
yang hidup di dalam keluarga terdidik atau tidak terdidik. Dengan kata lain
pendidikan keluarga berpengaruh pula terhadap perkembangan bahasa.
e.
Kondisi
fisik
Kondisi fisik dimaksudkan kondisi kesehatan anak. Seseorang
yang cacat terganggu kemampuannya untuk berkomunikasi seperti bisu, tuli,
gagap, organ suara tidak sempurna akan mengganggu perkembangannya dalam
bahasa.
Upaya untuk mengembangkan kemampuan
berbahasa atau keterampilan berkomunikasi anak melalui tulisan, sebagai cara
untuk ekspresikan perasaan, gagasan atau pikirannya, maka sebaiknya kepada
anak-anak dilatih untuk membuat karangan atau tulisan tentang berbagai hal yang
terkait dengan pengalaman hidupnya sendiri, atau kehidupan pada kehidupan pada
umumnya, seperti kehidupan keluarga,cara-cara memelihara
lingkungan,cita-citaku, dll.
Di sekolah, perkembangan bahasa anak ini diperkuat dengan diberikannya mata
pelajaran bahasa ibu dan bahasa Indonesia (bahkan di sekolah-sekolah tertentu
diberikan bahasa Inggris). Dengan diberiknanya pelajaran bahasa di sekolah,
para siswa diharapkan dapat menguasai dan menggunakannya sebagai alat untuk:
1. Berkomunikasi secara baik dengan orang
lain;
2. Mengekspresikan
pikiran,perasaan,sikap atau pendapatnya;
3. Memahami isi dari setiap bacaan
(buku,majalah,Koran,atau referensi lain) yang dibacanya.
Kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk membuat
kombinasi baru atau hal-hal baru, berdasarkan data, Informasi atau unsur-unsur
yang ada. Kreativitas merupakan salah satu kemampuan manusia yang memegang
peranan penting dalam kehidupannya.Kemampuan ini banyak dilandasi oleh kemampuan
intelektual, seperti intelegensi, bakat, dan kecakapan hasil belajar . Dan
didukung oleh faktor-faktor efektif dan psikomotorik.
Beberapa karakteristik kepribadian orang kreatif adalah :
1.
Mandiri
dalam sikap dan prilaku sosial.
2.
Keterbukaan
terhadap rangsangan dari luar.
3.
Memiliki
minat yang luas dan rasa ingin tahu.
4.
Kepercayaan
terhadap diri sendiri.
5.
Memperhatikan
kekuatan firasat dan ketidaksadaran.
6.
Keteguhan
dan ketabahan hati dalam menghadapi kesulitan.
7.
Kemampuan
menggunakan kekuatan imajinasi untuk menciptakan ide-ide baru.
8.
Motivasi
intrinsik dalam bekerja dan berkarya.
9.
Menggunakan
kekuatan perasaan termasuk firasat dan ketidaksadaran dalam memecahkan masalah.
10.
Kelancaran,
kelenturan, dan keaslian dalam berpikir untuk menemukan alternatif dalam melihat masalah kehidupan.
11.
Ketajaman
dan kepekaan dalam melihat masalah kehidupan.
12.
Kemampuan
berpikir analis dan sintesis dalam memecahkan
masalah.
13. Memiliki pengamatan yang tajam
terhadap fakta dan realita kehidupan.
14. Memiliki sensitivitas terhadap
keindahan dan menggunakan sebagai kekuatan untuk berpikir baru dan memecahkan
masalah.
Beberapa factor yang mempengaruhi perkembangan kreativitas
anak, yaitu :
1. Dorongan
Terlepas dari seberapa jauh potensi
anak memenuhi standar orang dewasa, mereka harus didorong untuk kreatif dan
bebas dari menentukan masa depannya sendiri.
2. Sarana
Sarana harus disediakan untuk
merangsang anak dalam melakukan eksperimen dan eksplorasi yang merupan unsure
penting dalam kreativitas.
3. Lingkungan
Lingkungan keluarga dan sekolah
harus merangsang kreativitas dengan member bimbingan dan dorongan untuk
menggunakan sarana yang akan mendorong kreativitas. Ini harus dilakukan sedini
mungkin agar menjadikan anak yang kreatif.
4. Kesempatan
Untuk memperoleh pengetahuan agar
dapat berkembang pikiran yang positif.
5. Waktu
Untuk menjadi kreatif, anak harus
diberi waktu dalam mengembangkan gagasan-gagasan yang ada pada anak tersebut.
1. Pengembangan kreativitas dalam
belajar.
Pengembangan kreativitas dalam
belajar ditinjau dari pendidik dapat dicapai dengan berbagai cara antaralain :
a. Guru dapat menciptakan suasana untuk
mendorong pemikiran kratif dengan menciptakanhalangan dari luar kreativitas.
b. Anak/peserta didik diberi kesempatan
untuk mempraktekkan pemikiran kreatif dalam suasana yang terkendali dan
terkontrol.
c. Kreativitas pendidik bagi peningkatan minat siswa
d. Kreativitas pendidik dalam transfer
informasi lebih utuh.
e.
Kreativitas
pendidik dalam merangsang siswa untuk lebih berpikir secara ilmiah dalam
mengamati gejala masyarakat atau gejala alam yang menjadi objek kajian dalam
belajar.
f. Kreativitas pendidik akan merangsang
kreativitas siswa.
2. Pengembangan kreativitas dalam
keluarga (Upaya orang tua)
a.
Bila
seseorang anak menunjukan penemuannya, maka berilah pujian untuk memberikan
semangat. orang tua yang melihat kreasi anaknya janganlah menertawakan, supaya
anak tidak jera.
b.
Latihlah
anak untuk merencanakan aktivitas keluarga. inisiatif anak harus dihargai
supaya ada rasa jati diri yang positif.
c.
Berikanlah
ruang khusus untuk bereksperimen dan dibuat kondusif agar bersikap positif
terhadap lingkungan.
d.
Orang
tua supaya membiasakan anak-anak menghadapi tantangan dan rangsangan supaya
kreatif dan jangan terlalu menuntun dan tidak ada ketegasan.
e.
Anak
supaya dilatih untuk berpikir kreatif, misalnya bagaimana caranya bila tersesat
di pasar malam dan ke mana harus minta tolong.
f.
Anak
yang sedang asyik dengan pekerjaannya janganlah diganggu, oleh karena
kosentrasinya akan buyar dan pekerjaannya tidak akan sempurna hasilnya atau
gagal sama sekali.
g.
Orang
tua harus memberi motivasi supaya anak dapat mengikuti atau melaksanakan idenya
sendiri. seringkali ide yang bagus dan baru, hilang karena kehilangan
kepercayaan diri sendiri atau tidak mampu mengendalikan diri.
h.
Anak
jangan diajari setiap langkah, tetapi sediakan ruang dibenaknya untuk membuat
supaya imajinasinya berbunga-bunga guna memfungsikan otaknya dengan lebih baik.
.
Emosi merupakan perpaduan dari
beberapa persaan yang mempunyai intensitas relative tinggi dan menimbulkan
suatau gejolak suasana batin. Seperti halnya perasaan, emosi juga membentuk
suatu garis yang bergerak dari emosi positif sampai negative .
Emosi
dan perasaan yang umum pada peserta didik usia SD/MI adalah rasa takut,
khawatir/cemas, marah, cemburu, merasa bersalah dan sedih, ingin tahu,
gembira/sedih,cinta dan kasih sayang.
Kesadaran mengenai diri yang
berkembang pada seorang anak kecil berkaitan dengan kemampuan merasakan rentang
emosinya yang semakin luas. Perkembangan emosi di masa kanak-kanak awal membuat
mereka mencoba untuk memahami reaksi-reaksi emosi orang lain dan mengendalikan
emosinya sendiri.
Selama masa kanak-kanak awal,
anak-anak semakin memahami suatu situasi dapat menimbulkan emosi tertentu, ekspresi wajah
mengindikasikan emosi tertentu.
Ketika berusia 4 hingga 5 tahun,
anak-anakn memperlihatkan peningkatan kemampuan merefleksikan emosi. Mereka
juga mulai memahami bahwa kejadianyang sama dapat membangkitkan
perasaan-perasaan yang berbeda pada orang-orang yang berbeda. Lebih jauh lagi,
mereka memperlihatkan adanya peningkatan kesadaran social. Pada usia 5 tahun,
sebagian besar anak-anak dapat menentukan emosi secara akurat, yang diperoleh
dengan menghadapi lingkungan serta menjelaskan strategi yang mereka lakukan
dalam mengatasi tekanan sehari-hari.
Karakteristik perkembangan emosi pada masa awal anak adalah fase
dimana saat ketidakseimbangan dimana anak mudah terbawa ledakan-ledakan
emosional sehingga sulit untuk diarahkan.
Karakteristik
Emosi yang Stabil(Sehat)
|
Karakteristik
Emosi yang Tidak Stabil (Tidak Sehat)
|
1. Menunjukkan wajah yang ceria
2. Mau bergaul dengan teman secara
baik
3. Bergairah dalam belajar
4. Dapat berkonsentrasi dalam belajar
5. Bersifat repect (menghargai)
terhadap diri sendiri dan orang lain.
|
1. Menunjukkan wajah yang murung.
2. Mudah tersinggung.
3. Tidak mau bergaul dengan orang
lain.
4. Suka marah-marah.
5. Suka menganggu teman.
6. Tidak percaya diri.
|
Minimal ada empat ciri emosi pada anak :
1.
Penngalaman
emosional bersifat pribadi/subjektif, ada perbedaan pengalaman antara individu
yang satu dengan yang lainnya.
2.
Ada
perubahan secara fisik (kalau marah jantung berdetak lebih cepat.
3.
Diekspresikan
dalam perilaku seperti takut,marah,sedih sedih,dan bahagia.
4.
Sebagai
motif,suatu tenaga yang mendorong seorang melakukan kegiatan , misalnya orang
yang sedang marah mempunyai tenaga dan dorongan untuk memukul atau merusak
barang.
Emosi anak sering kali berbeda dengan emosi remaja atau
orang dewasa. Orang dewasa tidak memahami hal ini dan cenderng menganggap anak
belum matang secara emosional.
Cirri khas penampilan atau ekspresi emosi anak antara lain:
1.
Reaksi
emosi anak sangat kuat. Dalam hal kekuatan, makin bertambahnya usia anak,
dan
semakin
bertambahnya matangnya emosi anak maka anak akan semakin terampil dalam memilih
kadar keterlibatan emosionalnya.
2. Reaksi emosi anak mudah berubah dari satu
kondisi ke kondisi lain.
Emosi bersifat
sementara,Peralihan yang cepat pada anak-anak kecil dari
tertawa kemudian menangis, atau dari marah ke tersenyum, atau dari cemburu ke
rasa saying
3.
Emosi
dapat diketahui melalui gejala perilaku, anak-anak
mungkin tidak memperlihatkan
reaksi
emosional mereka secara langsung, tetapi mereka memperlihatkannya secara tidak
langsung melalui kegelisahan, melamun, menangis, kesukaran berbicara, dan
tingkah yang gugup, seperti menggigit kuku dan mengisap jempol.
4. Emosi seringkali tampak, anak-anak seringkali memperlihatkan emosi yang meningkat dan mereka
menjumpai bahwa ledakan emosional seringkali mengakibatkan hukman, sehingga
mereka belajar untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang membangkitkan emosi.
Kemudian mereka akan berusaha mengekang ledakan emosi mereka atau bereaksi
dengan cara yang lebih dapat diterima.
Anak mengkomunikasikan emosi melalui
verbal, gerakan dan bahasa tubuh. Bahasa tubuh ini perlu kita cermati karena
bersifat spontan dan seringkali dilakukan tanpa sadar. Dengan memahami bahasa
tubuh inilah kita dapat memahami pikiran, ide, tingkah laku serta perasaan
anak. Bahasa tubuh yang dapat diamati antara lain :
a) Ekspresi wajah
b) Napas
c) Ruang gerak,
d) Gerakan tangan dan lengan
Emosi
memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan anak, baik pada usia
prasekolah maupun pada tahap-tahap perkembangan selanjutnya, karena memiliki
pengaruh terhadap perilaku anak. Woolfson, 2005:8 menyebutkan bahwa anak
memiliki kebutuhan emosional, yaitu :
a) Dicintai
b) dihargai
c) merasa aman
d) merasa kompeten
e) mengoptimalkan kompetensi.
Apabila kebutuhan emosi ini dapat
dipenuhi akan meningkatkan kemampuan anak dalam mengelola emosi, terutama yang
bersifat negatif.
Tugas perkembangan sosial emosional sebagai berikut:
1.
Anak usia 3 tahun diharapkan dapat:
a. Memilih teman
bermain memulai interaksi sosial dengan anak lain
b. Berbagi mainan,
bahan ajar atau makanan
2. Anak
usia 4 tahun diharapkan dapat:
a. Menunjukkan
kebanggan terhadap keberhasilan membuat sesuatu karena imajinasi yang dominan
3.
Anak usia 5 tahun diharapkan dapat:
b.
Memiliki beberapa kawan, mungkin satu
sahabat memuji, memberi semangat, atau menolong anak lain.
4. Anak usia 7
sampai 8 tahun
Mulai menunjukkan ketekunan di dalam
usaha yang mereka lakukan untuk mencapai tujuan mereka. Ini sering menyebabkan
orang tua mereka menjadi kesal dimana ketika anak meminta orang tua untuk
melakukan suatu hal secara berulang kali. Pada usia ini anak-anak mengembangkan
sikap empati yang lebih memperkenalkan diri kepada orang lain dan juga merasa
bersalah ketika mereka melukai orang lain, baik secara fisik ataupun emosional.
Mereka mencoba untuk menimbulkan rasa nyaman terhadap keluarga atau teman tanpa
diminta untuk melakukannya.
Faktor
yang mempengaruhi Perkembangan Emosi meliputi :
1.
Dengan bertambahnya usia anak, maka
semua bentuk usia anak diekspresikan secara lebih lunk, tidak meledak-ledak.
Hal ini dikarenakan anak harus mempelajari reaksi orang lain terhadap luapan
emosi yang berlebihan.
2.
Pengalaman belajar anak juga turut
menyebabkan pola perkembangan emosinya, dengan cara menentukan reaksi potensial
yang akan digunakan anak untuk merespon rangsangan emosional tertentu.
3.
Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi
perkembangan emosi anak– anak usia pra sekolah. Cara mendidik anak turut
menentukan perkembangan emosi anak.
4.
Lingkungan sekitarnya
Kondisi lingkungan disekitar akan sangat berpengaruh
terhadap tingkah laku serta perkembangan emosi dan pribadi anak.Lingkungan yang
dapat mempengaruhi emosi pada anak bahkan mungkin menganggunya adalah :
·
Daerah yang terlalu padat
·
Daerah yang memiliki angka kejahatan
tinggi
·
Kurangnya fasilitas rekreasi
·
Tidak adanya aktivitas yang di organisasikan
dengan baik untuk anak
5.
Lingkungan sekolah
Lingkungan sekolah yang dapat menimbulkan gangguan emosi
yangmenyebabkan terjadinya gangguan tingkah laku pada anak yaitu seperti ini :
·
Hubungan yang kurang harmonis antara
guru dan anak
·
Hubungan yang kurang harmonis dengan
teman – temannya
Emosi mempunyai pengaruh terhadap
perubahan fisik dan perilaku. Emosi bisa dilihat dan diamati oleh orang lain
melalui adanya perubahan perilaku maupun perubahan fisik pada diri kita.
Perubahan perilaku yang dipengaruhi oleh emosi seperti malu, marah, sedih,
menangis dan lain-lain. Sedangkan emosi yang langsung mempengaruhi perubahan
fisik seperti, muka yang merah padam pada saat marah, tubuh yang tidak semangat
pada saat mengalami kegagalan dan lain-lain. Ini menunjukkan bahwa, pengaruh
emosi terhadap perubahan fisik dan perilaku sangat berkaitan erat.
Ada
beberapa contoh pengaruh emosi terhadap perubahan fisik dan perilaku,
diantaranya:
- Memperkuat
semangat, apabila orang merasa senang atau puas atas hasil yang telah
dicapai.
- Melemahkan
semangat, apabila timbul rasa kecewa karena kegagalan dan sebagai puncak
dari keadaan ini ialah timbulnya rasa putus asa (frustasi).
- Menghambat
atau mengganggu konsentrsi belajar, apabila sedang mengalami ketegangan
emosi dan bisa juga menimbulkan sikap gugup (nervous) dan gagap dalam
berbicara.
- Terganggu
penyesuaian sosial, apabila terjadi rasa cemburu dan iri hati.
- Suasana
emosional yang diterima dan dialami individu semasa kecilnya akan
mempengaruhi sikapnya dikemudian hari, baik terhadap dirinya sendiri
maupun terhadap orang lain.
Pengaruh emosi terhadap perubahan
fisik dan perilaku tidak bisa dipisahkan, karena bentuk ekspresi emosi akan
terlihat langsung pada perilaku dan perubahan fisik. Tanpa adanya perubahan
fisik dan perilaku, ekspresi emosi seseorang tidak akan bisa di deteksi dan di
interpretasikan oleh orang lain.
Upaya Mengembangkan Kecerdasan
Emosional Pada Siswa Sekolah Dasar . Upaya yang dilakukan antara lain dengan,penyediaan
lingkungan belajar yang kondusif,menumbuhkan sikap empati, menjadikan guru
sebagai teladan, menciptakan pelajaran dengan multisensori dan menumbuhkan
motivasi siswa. Faktor penghambat upaya tersebut adalah perbedaan individual
siswa, perbedaan latar belakang keluarga siswa dan keterbatasan waktu.
Sedangkan faktor pendukungnya adalah dari diri siswa, guru, pimpinan sekolah
serta sarana dan prasarana yang tersedia di sekolah tersebut.
Menurut Elizabeth B. Hurlock, perkembangan sosial adalah
kemampuan seseorang dalam bersikap atau tata cara perilakunya dalam
berinteraksi dengan unsur sosialisasi di masyarakat.
Perkembangan
social pada anak usia SD/MI ditandai dengan adanya perluasan hubungn, disamping
dengan para anggota keluarga, juga dengan teman sebaya (peer group), sehingga ruang gerak hubungan sosialnya bertambah
luas.
Pada usia ini, anak mulai memiliki kesanggupan
menyesuaikan diri dari sikap berpusat
kepada diri sendiri (egosentris)
kepada sikap bekerja sama (kooperatif) atau sosiosentris (mau memperhatiakan
kepentingan orang lain). Anak mulai berminat terhadap kegiatan-kegiatan teman
sebaya, dan bertambah kuat keinginan untuk diterima menjadi anggota kelompok ,
dan merasa tidak senang apabila tidak diterima oleh kelompoknya.
- Pembangkangan (negativisme)
Merupakan bentuk tingkah laku
melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin
atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak.
Sikap orang tua terhadap anak tidak memandang pertanda mereka anak yang nakal,
keras kepala, tolol atau sebutan negative lainnya. Sebaiknya orang tua mau
memahami sebagai proses perkembangan anak dari sikap dependent menuju kearah
independent.
- Agresi (aggression)
Merupakan prilaku menyerang balik
secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal). Agresi merupakan salah satu bentuk reaksi terhadap rasa
frustasi (rasa kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya).
Biasanya bentuk ini diwujudkan dengan menyerang seperti: mencubit, menggigit,
menendang dan lain sebagainya. Sebaiknya orang tua berusaha mereduksi
mengurangi agresifitas anak dengan cara mengalihkan perhatian atau keingian
anak. Jika orang tua menghukum anak yang agresif makan egretifitas anak akan
semakin meningkat.
- Berselisih/bertengkar (quarreling)
Sikap ini terjadi apabila seorang anak merasa tersinggung
atau terganggu oleh sikap prilaku anak lain.
- Menggoda (teasing)
Menggoda
merupakan bentuk lain dari tingkah laku agresif, nggoda merupakan serangan
mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau cemoohan)
yang menimbulkan marah pada orang yang digodanya.
- Persaingan (rivaly)
Persaingan
yaitu keinginan melebihi orang lain dan selau didorong (distimulasi) oleh orang
lain.
- Kerja sama (cooperation)
Yaitu
sikap mau bekerjasama dengan orang lain atau kelompok.
- Tingkah laku berkuasa (ascendant behavior)
Yaitu
sejenis tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap
“bussiness”. Wujud dari sikap ini adalah: memaksa, meminta, menyuruh, mengancam
dan sebagainya.
- Mementingakn diri sendiri (selfishness)
Merupakan
sikap egoisentris dalam memenuhi interest atau keinginan.
- Simpati (sympathy)
Merupakan
sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang
lain, mau mendekati atau bekerjasama dengan dirinya.
1.
Faktor Keluarga
Keluarga
merupakan lingkuan yang pertama dan utama yang memberikan pengaruh berbagai
aspek-aspek perkembangan sosial anak. Keluarga merupakan media sosialisasi yang
paling efektif bagi anak. Dalamkeluarga berlaku nilai dan norma kehidupan yang
harus di ikuti dan di patuhi oleh anak. Sikap orang tua yang terlalu mengekang
dan membatasi pergaulan akan berpengaruh terhadap perkembangan sosial bagi
anak-anaknya. Sebaliknya, sikap orang tua yang terlalu memberikan kebebasan
bergaul menyebabkan perkembangan sosial anak-anaknya cenderung tidak
terkendali.
2.
Faktor Lingkungan Luar Keluarga
Pengalaman sosial awal diluar rumah
melengkapi pengalaman didalam rumah dan merupakan penentu yang penting bagi
sikap sosial dan pola perilaku anak. Pengalaman sosial awal sangat menentukan
perilaku kepribadian selanjutnya.
Dalam
faktor lingkungan keluarga, dipengaruhi oleh beberapa faktor lain, diantaranya:
a.
Faktor teman sebaya
Makin
bertambah umur, si anak makin memperoleh kesempatan lebih luas untuk mengadakan
hubungan-hubungan dengan teman-teman sebayanya, sekalipun dalam kenyataannya
perbedaan-perbedaan umur yang relatif besar tidak menjadi sebab tidak adanya
kemungkinan melakukan hubungan-hubungan dalam suasana bermain. Pada peserta
didik usi SD/MI yang berada pada priode anak akhir, mereka mulai membentuk
kelompok bermain yang dapat berkembang menjadi kelompok belajar dan melakukan
aktivitas pada anak.
b.
Keragaman budaya
Bagi
perkembangan anak didik keragaman budaya sangat besar pengaruhnya bagi mental
dan moral mereka. Ini terbukti dengan sikap dan prilaku anak didik selalu
dipengaruhi oleh budaya-budaya yang ada di lingkungan tempat tinggal mereka.
Pada masa-masa perkembangan, seorang anak didik sangat mudah dipengaruhi oleh
budaya-budaya yang berkembanga di masyarakat, baik budaya yang membawa ke arah
prilaku yang positif maupun budaya yang akan membawa ke arah prilaku yang
negatif.
c.
Media Massa
Media
massa adalah faktor lingkungan yang dapat merubah atau mempengaruhi prilaku
masyarakat melalui proses-proses. Media massa juga sangat besar pengaruhnya
bagi perkembangan seseorang, dengan adanya media massa, seorang anak dapat
mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan dengan pesat. Media massa dapat
merubah prilaku seseorang ke arah positif dan negative.
3.
Kematangan
Proses
sosialisasi tentu saja memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk memberi
dan menerima pandangan atau pendapat orang lain di perlukan kematangan intelektual
dan emasional. Selain itu, kematangan mental dan kemampuan berbahasa ikut
pula menentukan keberhasilan seseorang dalam berhubungan sosial.
4.
Status Sosial
Ekonomi
Kehidupan
sosial di pengaruhi pula oleh kondisi atau status sosial ekonomi
keluarga. Masyarakat akan memandang seorang anakdalam konteksnya yang
utuh dengan keluarga anak itu. Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan
memperlihatkan normatif yang telah di tanamkan oleh keluarganya. Hal itu akan
mengakibatkan anak menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial yang tidak tepat.
Kondisi demikian dapat berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi terisolasi dari
kelompoknya. Akibat lain, anak-anak dari keluarga kaya akan membentuk kelompok
elit dengan nilai dan norma sendiri.
5.
Pendidikan
Pendidikan merupakan
media sosialisasi yang terarah bagi anak. Sebagai proses pengoperan ilmu yang
normatif, pendidikan akan memberi warna terhadap kehidupan sosial anak di
masa yang akan datang. Pendidikan moral di ajarkan secara terprogram dengan
tujuanuntuk membentuk kepribadian anak agar mereka memiliki tanggung jawab
sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangasa, dan bernegara. Oleh karena
itu, siswa bukan hanya di kenalkan dan ditanamkan nilai dan norma
keluarga dan masyarakat, tetapi juga nilai dan norma kehidupan bangsa dan
negara.
6.
Kapasitas
Mental: Emosi dan Inteligensi
Kapasitas emosi dan cara berpikir mempengaruhi banyak
hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, berbahasa, dan menyesuaikan
diri terhadap kehidupan di masyarakat. Perkembangan emosi dan inteligensi
berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak. Anak yang berkemampuan
intelektual tinggi dan memiliki emosi yang stabil akan mampu memecahkan
berbagai macam permasalahan hidupnya di masyarakat. Oleh karena itu, kemampuan
intelektual tinggi, pengendalian emosional secara seimbang sangat menentukan
keberhasilan perkembangan sosial anak. Sikap saling pengertian dan kemampuan
memahami orang lain merupakan
modal utama
dalam kehidupan sosial dan hal ini akan mudah di capai oleh remaja berkemampuan
intelektual tinggi.
Faktor Pendukung perkembangan anak, antara lain :
(1) Terpenuhi
kebutuhan gizi pada anak tersebut,
(2) Peran
aktif orang tua,
(3) Lingkungan
yang merangsang semua aspek perkembangan anak,
(4) Peran
aktif anak,
(5) Pendidikan
orang tua.
Berbagai
cara dapat dilakukan untuk mengembangkan sikap sosial anak salah satunya adalah
metode bermain peran. Hal ini dikarenakan bermain peran dapat memunculkan sikap
sosial anak terhadap orang lain, seperti : mau menolong ataupun berbagi
terhadap orang lain. pernyataan diatas didukung oleh pendapat (dalam Taufik,
2012) secara online, “ melalui bermain peran, para peserta didik
mengeksplorasikan hubungan antara manusia dengan memperagakannya dan
mendiskusikannya sehingga anak dapat mengeksplorasi perasaan, sikap, nilai, dan
berbagai strategi pemecahan masalah. Metode bermain peran merupakan suatu
kegiatan permainan yang mememerankan tokoh – tokoh yang diperankan anak untuk
mengembangkan imajinasinya sehingga dapat menghayati tujuan dari kegiatan
tersebut. Dalam metode bermain peran, anak berperan sebagai orang lain, namun
lebih menekankan terhadap masalah yang diangkat dalam cerita atau pertunjukkan.
Perkembangan
moral merupakan proses internalisasi nilai/norma masyarakat sesuai dengan
kematangan dan kemampuan seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap aturan yang
berlaku dalam kehidupannya.
Dalam mempelajari
perkembangan sikap moral peserta didik usia sekolah, Piaget mengemukakan tiga
tahap perkembangan moral sesuai dengan kajiannya dalam permainan anak.
1. Fase
absolute, dimana anak menghayati peraturan sebagai sesuatu hal yang mutlak,
tidak dapat dirubah, Karena berasal dari otoritas yang dihormati (orang tua,
guru, anak yang lebih berkuasa).
2. Fase
realistis, dimana anak menyesuaikan diri untuk menghindari penolakan orang
lain. Dalam permainan, anak mentaati aturan yang disepakati bersama sebagai
suaatu kenyataan/realitas yang dapat diubh asal disetujui bersama.
3. Fase
subjektif, dimana anak memperhatikan motif kesenjangan dalam penilaian
perilaku, anak menaati aturan agar terhindar dari hukuman, kemudian memahami
aturan dan gembira mengembangkan serta menerapkannya.
Ada sejumlah factor penting yang mempengaruhi
perkembangan moral anak.
1. Peran
hati nurani atau kemampuan untuk mengetahui apa yang benar dan salah apabila
anak dihadapkan pada situasi yang memerlukan pengambilan kepuusan atas tindakan
yang harus dilakukan.
2. Peran rasa bersalah dan rasa malu apabila bersikap
dan berprilaku tidak seperti yang diharapkan dan mengalanggar aturan.
3. Peran
interaksi social dalam member kesempatan pada anak untuk mempelajari dan
menerapkan standar perilaku yang disetujui dalam masyarakat, keluarga, sekolah
dan dalam pergaulan dengan orang lain.
4. Konsisten dalam mendidik anak.
5. Sikap orangtua dalam keluarga
Secara tidak langsung, sikap
orangtua terhadap anak, sikap ayah terhadap ibu, atau sebaliknya, dapat
mempengaruhi perkembangan moral anak, yaitu melalui proses peniruan (imitasi).
Sikap orangtua yang keras (otoriter) cenderung melahirkan sikap disiplin semu
oada anak, sedangkan sikap yang acuh tak acuh atau sikap masa bodoh, cenderung
mengembangkan sikap kurang bertanggungjawab dan kurang mempedulikan norma pada
diri anak. Sikap yang sebaiknya dimiliki oleh orangtua adalah sikap kasih
saying, keterbukaan, musyawarah (dialogis).Interaksi dalam keluarga turut
mempengaruhi perkembangan moral anak
6. Penghayatan dan pengamalan agama
yang dianut
Orangtua merupakan panutan
(teladan) bagi anak, termasuk disini panutan dalam mengamalkan ajaran agama.
Orangtua yang menciptakan iklim yang religious (agamis), dengan cara memberikan
ajaran atau bimbingan tentang nilai-nilai agama kepada anak, maka anak akan
mengalami perkembangan moral yang baik.
7. Sikap konsisten orangtua dalam
menerapkan norma
Orangtua yang tidak menghendaki
anaknya berbohong, atau berlaku tidak jujur, maka mereka harus menjauhkan
dirinya dari prilaku berbohong atau tidak jujur. Apabila orangtua mengajarkan
kepada anak, agar berprilaku jujur, bertutur kata yang sopan, bertanggungjawab
atau taat beragama, tetapi orangtua sendiri menampilkan perilaku sebaliknya,
maka anak akan mengalami konflik pada dirinya, dan akan menggunakan
ketidakkonsistenan orangtua itu sebagai alas an untuk tidak melakukan apa yang
diinginkan orangtuanya, bahkan mungkin dia akan berprilaku seperti orangtuanya.
No.
|
Tingakat
|
Umur
|
Nama
|
Karakteristik
|
1.
|
TINGKAT 1
|
0-9 TAHUN
|
PRAKONVENSIONAL
|
|
|
TAHAP 1
|
|
MORALITAS HETERONOMI (ORIENTASI
KEPATUHAN DAN HUKUMAN)
|
MELEKAT PADA ATURAN
|
|
TAHAP 2
|
|
INDIVIDUALISME/INSTRUMENTALISME
(ORIENTASI MINAT PRIBADI
|
KEPENTINGAN NYATA INDIVIDU. MENGHARGAI
KEPENTINGAN ORANG LAIN.
|
2.
|
TINGKAT 2
|
9-15 TAHUN
|
KONVENSIONAL
|
|
|
TAHAP 3
|
|
REKSA INTERPERSONAL (ORIENTASI
KESERASIAN INTERPERSONAL DAN KONFORMITAS (SIKAP ANAK BAIK)
|
MENGHARAPKAN HIDUP YANG TERLIHAT BAIK
OLEH ORANG LAIN DAN KEMUDIAN TELAH MENGANGGA DIRINYA BAIK.
|
Hurlock mengemukakan
ada empat pokok utama yang perlu dipelajari oleh anak dalam mengoptimalkan
perkembangan moralnya, yaitu:
1. Mempelajari apa
yang diharapkan kelompok sosial dari anggotanya sebagaimana dicantumkan dalam
hukum. Harapan tersebut terperinci dalam bentuk hukum, kebiasaan dan peraturan.
Tindakan tertentu yang dianggap “benar” atau “salah” karena tindakan itu
menunjang, atau dianggap tidak menunjang, atau menghalangi kesejahteraan
anggota kelompok. Kebiasaan yang paling penting dibakukan menjadi peraturan
hukum dengan hukuman tertentu bagi yang melanggarnya. Yang lainnya, bertahan
sebagai kebiasaan tanpa hukuman tertentu bagi yang melanggarnya.
2. Pengambangan hati nurani sebagai kendali internal
bagi perliaku individu. Hati nurani merupakan tanggapan terkondisikan terhadap
kecemasan mengenai beberapa situasi dan tindakan tertentu, yang telah dikembangkan
dengan mengasosiasikan tindakan agresif dengan hukum.
3. Pengembangan perasaan bersalah dan rasa malu. Setelah
mengembangkan hati nurani, hati nurani mereka dibawa dan digunakan sebagai
pedoman perilaku. Rasa bersalah adalah sejenis evaluasi diri, khusus terjadi
bila seorang individu mengakui perilakunya berbeda dengan nilai moral yang
dirasakannya wajib untuk dipenuhi. Rasa malu adalah reaksi emosional yang tidak
menyenangkan yang timbul pada seseorang akibat adanya penilaian negatif terhadap
dirinya. Penilaian ini belum tentu benar-benar ada, namun mengakibatkan rasa
rendah diri terhadap kelompoknya.
4. Mencontohkan, memberikan contoh berarti menjadi model
perilaku yang diinginkan muncul dari anak, karena cara ini bisa menjadi cara
yang paling efektif untuk membentuk moral anak.
5. Latihan dan Pembiasaan, menurut Robert Coles (Wantah,
2005) latihan dan pembiasaan merupakan strategi penting dalam pembentukan
perilaku moral pada anak usia dini. Sikap orang tua dapat dijadikan latihan dan
pembiasaan bagi anak. Sejak kecil orang tua selalu merawat, memelihara, menjaga
kesehatan dan lain sebagainya untuk anak. Hal ini akan mengajarkan moral yang
positif bagi anak
6. Kesempatan melakukan interaksi dengan anggota kelompok
sosial. Interaksi sosial memegang peranan penting dalam perkembangan moral.
Tanpa interaksi dengan orang lain, anak tidak akan mengetahui perilaku yang
disetujui secara social, maupun memiliki sumber motivasi yang mendorongnya
untuk tidak berbuat sesuka hati.
Interaksi sosial awal terjadi didalam kelompok keluarga. Anak belajar dari
orang tua, saudara kandung, dan anggota keluarga lain tentang apa yang dianggap
benar dan salah oleh kelompok sosial tersebut. Disini anak memperoleh motivasi
yanjg diperlukan untuk mengikuti standar perilaku yang ditetapkan anggota
keluarga. Melalui interaksi sosial, anak tidak saja mempunyai kesempatan untuk
belajar kode moral, tetap mereka juga mendapat kesempatan untuk belajar
bagaimana orang lain mengevaluasi perilaku mereka. Karena pengaruh yang kuat
dari kelompok sosial pada perkembangan moral anak, penting sekali jika kelompok
sosial, tempat anak mengidentifikasikan dirinya mempunyai standar moral yang
sesuai dengan kelompok sosial yang lebih besar dalam masyarakat.
Teori Kepribadian Menurut Erikson
“Manusia adalah makhluk yang penuh misteri. Banyak hal-hal yang belum terungkap
sepenuhnya dalam diri manusia. upaya-upaya untuk memahami pribadi manusia ini
telah dilakukan oleh para ahli sejak lama bahkan hingga saat ini”. Kepribadian
merupakansuatu organisasi yang merujuk kepada suatu kondisi atau keadaan yang
kompleksn dan mengandung banyak aspek.Kepribadian bersifat dinamis, tidak
statis, melainkan berkembang secaraterbuka sehingga manusia senantiasa berada
dalam kondisi perubahan danperkembangan. Kepribadian meliputi aspek fisik dan
psikis yang salingmempengaruhi dan membentuk satu kesatuan. Kepribadian selalu
dalam penyesuaiandiri yang unik dengan lingkungannya dan berkembang bersama-sama
denganlingkungannya, serta menentukan jenis penyesuaian yang akan dilakukan
anak,karena tiap anak mempunyai pengalaman belajar yang berbeda satu dengan
lainnya.
Tipologi keperibadian
yang tertua bersifat jasmania atau fisik seperti yang dikemukakan hipocerattes
dan galenus, yang mengembangkan tipologi keperibadian berdasarkan cairan tubuh
yang menentukan tempramen seseorang. Namun ada juga tipologi yang dibuat oleh
kretchmer dan sheldon juga bersifat jasmania yakni bentuk tubuh. Walaupun
demikian, dalam kenyataannya lebih banyak manusia dengan tipe campuran.
Tipologi keperibadian yang bersifat pesikes diantaranya dikemukakan oleh jung,
yang mengelompokan keperibadian berdasarkan kecenderungan hubungan sosial
seseorang. Ia membagi keperibadian kedalam dua tipe, yaitu :
1. Tipe
ekstrovert yaitu yang perhatiannya lebih banyak tertuju keluar.
2. Tipe
introvert yaitu yang perhatiannya lebih tertuju kepada dirinya dan dikuasai
oleh nilai-nilai subjektif. Tapi, umumnya manusia mempunyai tipe campuran atau
kombinasi antara ekstrovert dan introvert yang disebut ambivert
Pada peride anak
sekolah, keperibadian anak belum terbentuk sepenuhnya seperti pada orang
dewasa. Keperibadian mereka masih dalam peruses pengembangan. Namun demikian,
karekteristik anak secara sederhan dapat dikelompokkan atas ;
1. Kelompok
anak yang mudah dan menyenangkan.
2. Anak
yang diasah biasa saja.
3. Anak
yang sulit dalam penyesuaian diri dan social, khususnya dalam melakukan
kegiatan pembelajaran disekolah.
Ada tiga factor yang
mempengaruhi perkembangan kepribadian.
1. Faktor
bawaan, termasuk
sifat-sifat yang diturunkan secara genetik dari orangtua kepada anaknya,
misalnya sifat sabar anak dikarenakan orang tuanya jugamemiliki sifat sabar.
Demikian juga, wawasn sosial anak dipengaruhi olehtingkat kecerdasannya
2. Pengalaman
awal dalam lingkungan keluarga ketika anak masih
kecil.Pengalaman itu membentuk konsep diri primer yang sangat mempengaruhiperkembangan
kepribadian anak dalam mengadakan penyesuaian diri dan sosialpada perkembangan
kepribadian periode selanjutnya.
3. Pengalaman
kehidupan selanjutnya dapat memperkuat konsep diri dan
dasarkepribadian yang sudah ada, atau karena pengalaman yang sangat kuat
sehinggamengubah konsep diri dan sifat-sifat yang sudah terbentuk pada diri
seseorang.
Proses
pertumbuhan dan perkembangan perlu dipersiapkan dengan baik. Untuk itu perlu
dilakukan pembiasaan dalam hal :
a.
Hidup
sehat dan teratur serta pemanfaatan waktu secara baik
b.
Hidup
bermasyarakat dengan melakukan pergaulan dengan sesama
c.
Mengikuti
aturan keluarga dengan penuh tanggung jawab dan disiplin
d.
Melakukan
peran dan tanggung jawab dalam kehidupan berkeluarga
DRS. I KETUT WIDIADA, M. (2010). BUKU AJAR
PERKEMBANGAN BELAJAR PESERTA DIDIK. 1-66.
Rita L.Atkinson, R.
C., & Edward E. Smith, D. J. (2010). PENGANTAR PSIKOLOGI,Jilid 1.
Tangerang: INTERAKSARA.
Santrock, J. W.
(2012). LIFE-SPAN DEVELOPMENT. Jakarta: Erlangga.
Santrock, J. W.
(2008). Perkembangan Anak Edisi Kesebelas jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Syamsu Yusuf L.N, N.
M. (2012). PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK. Jakarta: Rajawali Pers.